Oleh: Anwar Kartodiningrat (dosen Universitas Muslim Maros)
Judith
Nagata (2001) dalam artikelnya dengan judul 'Beyond Theology: Toward an Anthropology of 'Fundamentalism' yang dimuat dalam American Anthropologist edisi 103 nomor 2 (halaman 481-498) seolah menjadi sintesis, terutama bagaimana keilmuan antropologi melihat fenomena keagamaan. Perubahan dunia yang terjadi terlampu
sangat cepat dan kuat, implikasinya juga sampai pada peruabahan dalam ilmu
pengetahuan. Dalam ilmu sosial-budaya misalnya, berbagai hal tentang
‘agama’ mengalami perubahan pada tataran fundamental yang juga cukup
signifikan.
Dalam
artikel tersebut, Nagata sangat jelas menggambarkan geneologi
fundamentalisme, dari spiritual ke material. Kebebasan yang berkembang
mengarahkan pada kebebasan munculnya berbagai tafsir baru tentang ajaran agama. Ia kemudian mempertanyakannya sebagai sebuah kebenaran. Mereka yang sangat
ekstrem adalah kelompok fundamental. Mereka mempertanyakan kebenaran tafsir baru dan
menjadikan tafsir lama sebagai satu-satunya acuan paling benar. Kelompok
fundamentalis ini kemudian melakukan melakukan berbagai upaya menggugat, utamanya pada kelompok reformis dengan melekatkan stigma “sesat, kafir, murtad” dan
berbagai pengahakiman lainnya.
Posisi
agama sebenarnya tidak mampu menjangkau ranah-ranah seperti politik dan ekonomi
yang berkembang sangat pesat dan cepat. Sehingga ketika agama mencoba masuk dan
mengaksesnya, terjadi benturan-benturan dengan berbagai idealisme kemurnian
ajaran agama itu sendiri. Dunia politik terutama, menjadi satu bagian penting
yang tidak terjangkau oleh agama selama ini. Kalau saja tafsir-tafsir baru
tidak banyak bermunculan, maka ‘agama benar-benar akan menjadi satu-satunya
faktor resisten terhadap politik’.
Perspektif
kelompok fundamental ini tidak hanya dilihat sepihak saja. Dalam perspektfi
berlawanan, kelompok ini juga dinilai sangat ‘kolot’ dan kaku dalam menyikapi
agama serta perubahan sosial-budaya. Banyak yang kemudian menyebutnya (atau setidaknya, mengeneralisasikan mereka) sebagai
kelompok “terorisme” karena tindakan-tidakan radikal yang dilakukan. Dalih
mereka tetap saja pada persoalan “kemurnian ajaran Tuhan” (purifikasi).
Perubahan-perubahan
yang demikian direspons oleh antropologi sebagai sebuah pergeseran dalam
studi-studi agama. Etnografi awal tentang agama yang menitik beratkan “kekhasan
atau keunikan” suatu agama, kini berubah menjadi lebih ke ihwal dinamika internal kelompok
yang terjadi, antara fundamental dan reformis. Lalu munculnya berbagai
resistensi dan legitimasi dari masing-masing kelompok sebagai upaya
mempertahankan gagasan dan perspektif kebenaran masing-masing. Sehingga, sebuah
studi yang lebih analitis dan interpretatif dituntut mampu menjelaskan hal-hal
yang demikian.
Saya juga banyak memperoleh sumbangsi refleksi metodologis, seperti
terkait persoalan terorisme, sebagai salah satu gerakan fundamentalis yang cukup
ekstrem dan mencuat akhir-akhir ini di dunia dan Indonesia. Menyikapi hal tersebut,
maka melalui pembacaan artikel ini, cara pandang saya mengenai kelompok
fundamental menjadi semakin jauh dari bias skeptis. Melihatnya sebagai
fenomena perubahan sosial-budaya yang lebih jauh menjelaskan ihwal implikasi perubahan
besar dunia, yaitu globalisasi, akses agama yang terbatas pada ranah politik, dan ekonomi yang berkembang terlampau cepat.
Nagata banyak menjelaskan kelompok fundamental yang kemudian
diasosiasikan sebagai kelompok radikal seperti yang ada dalam Islam. Lalu
bagaimana dengan berbagai kelompok fundamentalis terutama dalam agama-agama
formal lainnya yang minor di negara dengan satu agama dominan? Apakah gerakan
kelompok yang menyuarakan “agama lokal” dalam kasus Indonesia baru-baru ini
dapat pula dinilai sebagai upaya fundamentalis? Bagimana antropolog
memposisikan diri pada persoalan demikian? Kenetralan-kah yang penting,
keberpihakan atau bahkan menjadi bagian dari keduanya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut masih berputar di kepala saya dan patut menjadi renungan yang perlu dijawab.
Always get one of the best suite rates, unique resort 온라인 카지노 entry, comps for gaming play, and extra. You’ll just need to activate your online account utilizing your Grazie Rewards account quantity and PIN. By submitting this form, you might be} giving your consent for Crescent School of Gaming and Bartending to contact you regarding our applications and companies.
BalasHapus