Oleh: Andi Batara Al Isra (mahasiswa pascasarjana the University of Auckland, New Zealand)![]() |
Sumber: www.wdl.org. Anwār al-nujūm (The lights of the stars), circa 17th century, Library of Congress |
Salah satu wacana (jika tidak ingin disebut sebagai masalah) dalam
keilmuan antropologi adalah persoalan othering
and representing, antara the West dan the Rest. Masyarakat-masyarakat Timur (the East, Orient) kerap dianggap sebagai ‘objek’ (dengan
segala keeksotisannya –atau sudah tidak eksotis?), masyarakat ‘primitif’, uncivilised, dan beberapa pandangan lain
yang mengsubordinasi the East.
Perselisihan yang sampai saat ini masih
berlangsung.
Sebagai orang yang berasal dari ‘Timur’, saya dan beberapa orang yang
saya kenal merasakan hal tersebut. Saya melihat bagaimana orang-orang Indonesia
kerap mengadopsi mentah-mentah segala hal yang berhubungan dengan barat hanyak
karena hal tersebut dianggap ‘lebih
baik’ dalam pandangan masyarakat barat. Mungkin inilah yang dimaksud Edward
Said dalam Orientalisme-nya sebagai bentuk hegemoni barat (meminjam istilah
Gramsci) yang perlu digugat dan menundudukkan Timur sebagai objek.
Dalam Introduction-nya, sebuah studi yang melakukan
penelitian, pengkajian, pengajaran tentang dunia timur disebut orientalisme.
Oleh karena itu istilah orientalisme muncul sebagai sebuah studi tentang
bagaimana barat mengkaji, menafsirkan dunia timur sebagai objeknya (lalu premis
ini dibalikkan oleh Said, Orientalisme hadir untuk merespons kebudayaan Barat
yang melahirkannya daripada ‘objek’
dugaannya). Namun dalam praktiknya, Timur seolah-olah adalah inferioritas
terhadap Superioritas dunia barat yang mana barat memandang dan
mempresentasikan dunia timur tidak sebagaimana adanya (objektif) melainkan
bagaimana seharusnya (subjektif). Barat
seolah-olah hendak membentuk identitas timur, melangkahi sejarah timur, dan
menjadikan timur seperti apa yang ada dalam pikiran mereka, memaksakan
nilai-nilainya agar mereka bisa menguasai apa yang ada di sana.
Sejalan dengan itu, tulisan
Fabian yang lebih banyak membahas bagaimana waktu bekerja menyatakan bahwa waktu
adalah kategori kuncinya, bagaimana antropolog (dari barat?) conceptualize relationship antara mereka
dengan objek (the Other). Hal
tersebut karena pengetahuan-pengetahuan etnografi yang diperoleh dipengaruhi
dari relations of power and domination
antara antropolog dan the one he studies
(yang menurut Fabian jika ditinjau secara historis, disiplin antropologi akan
selalu berbicara tentang hubungan antara the
West dan the Rest). Sebuah
hubungan dimana ada gap antara the West
dan the Rest, dimana the West lebih superior ketimbang the Rest.
Chakrabarty juga membahas
hal yang serupa namun lebih mengarah pada wacana (juga kritik terhadap) historicism. Dalam Introduction terhadap tulisannya, slogan ‘first in Europe, then elsewhere’ menjadi semacam gagasan bagi
negara-negara less-developed untuk menjadikan negara-negara more developed (yang kecenderungannya
merujuk pada the West) sebagai
gambaran masa depan mereka. Contoh yang digambarkan adalah mengenai keadaan political modernity pada masyarakat
non-Western yang diwakili oleh India. Chakrabarty mengakui bahwa idenya tentang
provincializing Europe (mendudukkan
Eropa setara dengan kawasan lain di dunia dengan tidak menjadikannya sebagai
pusat) bukanlah sebuah upaya untuk ‘balas dendam’ di era postcolonial, tetapi lebih kepada penghapusan terma Eurocentric (terutama yang berkaitan
dengan sejarah) dan penyerataan yang melewati batas-batas regional (antara the West dan the Rest). Ibaratkan jika dunia adalah satu negara, Eropa saat ini
adalah sebuah ‘daerah istimewa’ yang menjadi ‘ibu kota’ atau ‘pusat’ dunia.
Impian Chakrabarty adalah mengubah konsepsi tersebut dan menjadikan Eropa
sebagai salah satu provinsi/distrik dalam negara ‘dunia’ tersebut, setara
dengan kawasan-kawasan lainnya.
Referensi:
Chakrabarty, Dipesh. 2007.
Introduction: The Idea of Provincializing Europe. Dalam Provincializing Europe.
Fabian, Johannes. 1983.
Time and the Emerging Other. In Time and
the Other: How Anthropology Makes its Object.
Said, Edrward. 1991 (1978).
Introduction. Dalam Orientalism: Western
Conceptions of the Orient
Komentar
Posting Komentar